Pengarusutamaan Gender Sebagai Langkah Pembangunan: Apa Peran KOHATI?

Foto: (Istimewa) Ketua Bidang Internal Kohati Badko Sulut-Go, Sry Rahayu Kaino.

Oleh: Sry Rahayu Kaino (Ketua Bidang Internal Kohati Badko Sulutgo)

 

Bacaan Lainnya

Hal yang sering disalah artikan di masyarakat adalah menyatakan bahwa gender sama dengan jenis kelamin, atau mengartikan gender pasti selalu terkait dengan perempuan. Gender bukan didasarkan pada perbedaan biologis.

Definisi gender berbeda dengan jenis kelamin, karena gender adalah konsep yang mengacu pada pembedaan peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang dibentuk atau dikonstruksi (rekayasa) oleh sosial dan budaya, dan dapat berubah dari waktu ke waktu.

Beragam stereotype terhadap perempuan dan laki-laki yang berkembang di masyarakat seperti laki-laki dikenal lebih rasional, kuat, agresif dan tegas sedangkan wanita bersifat emosional, ragu-ragu, pasif, lemah. Masyarakat kita, hidup di dalam sebuah kultur yang disebut dengan patriarki.

Di dalam Islam, makna kesetaraan laki-laki dan perempuan ditegaskan dalam Q.S. An-Nahl Ayat 97 “Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. Dalam ayat tersebut Allah SWT secara eksplisit menunjuk kedudukan pada laki dan perempuan adalah sama untuk menegakkan nilai-nilai keimanan terhadap Islam.

Seperti semangat Kartini terhadap kesetaraan gender, Pemerintah juga memiliki komitmen yang kuat untuk mewujudkan kesetaraan gender sebagai bagian dari agenda pembangunan nasional. Salah satu strategi utama yang ditempuh adalah melalui pengarusutamaan gender (PUG), yakni integrasi perspektif gender ke dalam proses pembangunan yang dimulai dari perencanaan.

Isu gender juga merupakan salah satu isu utama dalam pembangunan, khususnya pembangunan sumber daya manusia. Walaupun sudah banyak upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan dan penguatan kapasitas kelembagaan pengarusutamaan gender (PUG), namun data menunjukkan masih adanya kesenjangan antara perempuan dan laki-laki dalam hal akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat, serta penguasaan terhadap sumber daya, seperti pada bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial budaya, dan bidang strategis lainnya.

Adanya ketertinggalan salah satu kelompok masyarakat dalam pembangunan, khususnya perempuan disebabkan oleh berbagai permasalahan di masyarakat yang saling berkaitan satu sama lain. Pengarusutamaan gender ditujukan untuk mewujudkan kesetaraan gender dalam pembangunan, yaitu pembangunan yang lebih adil dan merata bagi seluruh penduduk Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan.

Kesetaraan gender dapat dicapai dengan mengurangi kesenjangan antara laki-laki dan perempuan dalam mengakses dan mengontrol sumber daya, berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan proses pembangunan, serta mendapatkan manfaat dari kebijakan dan program pembangunan.

Pengarusutamaan gender semakin menjadi fokus dalam berbagai program pembangunan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Mandat untuk melaksanakan pengarusutamaan gender oleh semua Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah telah dimulai sejak dikeluarkannya Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional.

Terkini, mandat tersebut diperkuat melalui Undang-Undang Nomor 59 Tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025–2045 yang kemudian dijababarkan penandaan tematik dilakukan untuk mengidentifikasi output dan anggaran di Kementerian/Lembaga yang terkait dengan upaya peningkatan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.

Hal ini dilakukan untuk memastikan strategi pengarusutamaan gender telah diinternalisasi di dalam proses perencanaan dan penganggaran. Anggaran Responsif Gender (ARG) berfokus pada bagaimana anggaran keseluruhan dapat memberikan manfaat yang adil untuk laki-laki dan perempuan.  ARG bukanlah anggaran yang terpisah untuk laki-laki dan perempuan. ARG juga bukan berarti alokasi anggaran 50% laki-laki dan 50% perempuan. ARG merupakan implementasi kebijakan pengalokasian anggaran yang disusun untuk mengakomodasi kebutuhan yang berbeda bagi laki-laki dan perempuan. ARG dibagi dalam 3 kategori, yaitu:

1.         Anggaran khusus target gender, yaitu anggaran yang bersifat afirmatif, ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kelompok yang lebih tertinggal dibandingkan kelompok lainnya berdasarkan hasil analisis gender. Contoh anggaran khusus target gender antara lain anggaran pendidikan politik bagi perempuan; anggaran pemberdayaan ekonomi perempuan; anggaran pelibatan laki-laki dalam pencegahan KDRT; dan anggaran peningkatan kepesertaan KB pria.

2.         Anggaran kesetaraan gender adalah anggaran untuk mengurangi atau menghilangkan kesenjangan gender. Melalui analisis gender dapat diketahui adanya kebutuhan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan serta adanya kesenjangan relasi antara laki-laki dan perempuan dalam hal akses, partisipasi, kontrol dan manfaat terhadap sumber daya pembangunan.

Contoh anggaran kesetaraan gender antara lain anggaran pembangunan infrastruktur yang didesain responsif terhadap kebutuhan laki-laki dan perempuan; anggaran penanganan pengungsi korban bencana yang dialokasikan dengan mempertimbangkan perbedaan kebutuhan laki-laki dan perempuan; anggaran penyediaan sarana produksi pertanian yang aman dan ramah bagi perempuan; dan anggaran peningkatan kapasitas pelaku industrial terkait kesetaraan di tempat kerja.

3.         Anggaran pelembagaan PUG adalah anggaran yang bersifat penunjang (enabler), ditujukan untuk memperkuat kapasitas kelembagaan PUG dan menginternalisasi PUG di dalam proses bisnis K/L. Contoh anggaran pelembagaan PUG antara lain anggaran sosialisasi dan advokasi PUG di K/L; anggaran penyusunan data terpilah gender; anggaran koordinasi PUG dan PPRG; anggaran pelatihan PUG dan PPRG; dan anggaran penyusunan kebijakan/peraturan untuk mendukung pelaksanaan PUG di internal K/L.

Ketersediaan data terpilah gender untuk semua sektor dan penguasaan instrumen perencanaan dan penganggaran yang responsif gender masih menjadi tantangan. Data terpilah menurut jenis kelamin sangat diperlukan untuk memformulasikan kebijakan pembangunan yang dijabarkan sebagai output dalam dokumen penganggaran. Dengan data secara terpilah akan diketahui kondisi dan situasi perempuan dan laki-laki di berbagai bidang pembangunan atas pelaksanaan pengarusutamaan gender. Perbedaan dari nilai-nilai, peranan, situasi, kondisi, aspirasi, dan kebutuhan perempuan dan laki-laki menurut potensi yang dimiliki.

Data terpilah gender menjadi bahan esensial dalam analisis gender melalui penggunaan instrumen analisis gender. Instrumen analisis gender merupakan perangkat yang memudahkan upaya PUG melalui Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender, biasanya berupa Gender Analysis Pathway (GAP) dan Gender Budget Statement (GBS).

Secara teknis, GBS disusun mengacu pada GAP dan menjadi bagian dari kerangka acuan kerja (KAK) yang wajib dilampirkan sebagai dokumen pendukung kesiapan pelaksanaan kegiatan untuk mencapai output Kegiatan pada Kementerian/Lembaga. GAP adalah alat bantu analisis gender yang dapat digunakan oleh perencana kebijakan/program/kegiatan pembangunan dalam menyusun Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender.

Wawasan yang utuh terhadap latar belakang terjadinya kesenjangan gender menjadi prasyarat untuk merumuskan permasalahan dengan tepat, inilah tindakan intervensi yang diperlukan untuk memperkecil atau menghapus kesenjangan gender tersebut.

Meski berpotensi mendorong perubahan positif, inisiatif Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender sering kali diabaikan selama siklus anggaran. Pendekatan yang diambil kadang begitu teknis ataupun terlalu sempit dan gagal mempertimbangkan aksi tata kelola yang lebih komprehensif atau solusi kebijakan fiskal yang diperlukan untuk mengatasi akar masalah dari kesenjangan gender.  Penandaan ARG tidak dapat menggantikan kebijakan ataupun proyek yang memang dirancang dan dianggarkan untuk memperbaiki masalah yang terus-menerus seperti kekerasan berbasis gender.

Himpunan mahasiswa islam merupakan organisasi besar yang turut memiliki semangat ke Indonesiaan dan keislaman dalam mewujudkan masyarakat yang adil makmur. Lembaga KOHATI (Korps HMI Wati) sebagai wadah perempuan muda Indonesia yang turut peduli dan menyuarakan isu-isu gender dan pemberdayaan perempuan punya peran penting untuk mendukung hal ini dengan: advokasi, pengembangan kapasitas organisasi, dan menganalisis kebijakan penganggaran yang responsif kepada gender, serta kerja sama dengan instansi dalam hal penyuluhan dan aktualisasi anggaran agar tetap responsif gender.

Pos terkait