BOALEMO – Keputusan Pemerintah Kabupaten Boalemo untuk membeli mobil dinas baru bagi Bupati dan Wakil Bupati menuai kritik tajam dari berbagai kalangan. Di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang masih sulit, kebijakan ini dinilai tidak mencerminkan rasa kepekaan terhadap situasi rakyat.
Juru Bicara Khusus Pemerintah Daerah Boalemo, Paris Djafar, menyampaikan bahwa pengadaan mobil dinas tersebut dilakukan karena kendaraan lama mengalami gangguan operasional yang dianggap menghambat tugas kepala daerah dalam memberikan pelayanan publik.
“Mobil dinas lama telah mengalami sedikit gangguan operasional yang menghambat mobilitas kepala daerah dalam menjalankan tugas-tugas pelayanan publik,” ujarnya pada Jumat (25/07/2025).
Namun, pernyataan itu dibalas dengan kritik keras oleh Wakil Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Negeri Gorontalo, Gufran Yajitala. Ia menilai argumen tersebut tidak berdasar dan bertolak belakang dengan semangat efisiensi anggaran sebagaimana diamanatkan oleh pemerintah pusat.
“Alih-alih mengganti dengan mobil mewah baru, bukankah lebih bijak jika mobil lama diperbaiki? Anggaran ratusan juta rupiah itu bisa dialokasikan untuk kebutuhan mendesak seperti perbaikan infrastruktur, peningkatan fasilitas kesehatan, atau bantuan sosial,” ujar Gufran dalam keterangannya kepada media.
Menurutnya, pengadaan mobil dinas tersebut secara jelas mencederai semangat Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Penghematan Belanja dan Efisiensi Anggaran, yang mewajibkan seluruh pemerintah daerah untuk menunda pembelian barang tidak mendesak, termasuk kendaraan dinas.
“Bung Paris berdalih bahwa pengadaan mobil dinas sudah sesuai prosedur dan tidak mengganggu anggaran prioritas. Namun yang luput dari juru bicara itu adalah bahwa Inpres 1/2025 menegaskan larangan belanja barang yang tidak mendesak. Kalau Presiden saja mengimbau efisiensi, kenapa Pemda Boalemo justru asyik berfoya-foya?” sindirnya.
Gufran juga mempertanyakan urgensi pengadaan kendaraan dinas baru dibanding kebutuhan mendesak masyarakat Boalemo. Ia menyinggung kondisi jalan yang rusak parah di beberapa wilayah seperti Paguyaman Pantai dan infrastruktur jembatan yang belum memadai.
“Apakah kenyamanan pejabat lebih penting daripada jalan aman untuk rakyat? Atau memperbaiki kualitas pendidikan dan layanan kesehatan? Mentalitas konsumtif pejabat ini harus dikritisi,” tegasnya.
Tak hanya itu, Gufran menilai Paris Djafar gagal memahami regulasi yang seharusnya menjadi rujukan dalam menjawab kritik publik. “Jubir ini malah membenarkan pelanggaran Inpres. Seharusnya ia memahami substansi kebijakan, bukan hanya mengeluarkan narasi kosong. Juru bicara pemerintah daerah harusnya punya literasi yang memadai agar tidak mempermalukan institusinya sendiri,” pungkasnya.